Mbah Sadiman Menghijaukan Bukit Di Wonogiri Seorang Diri, Peraih Kalpataru 2016
H-SAMIN / 06 April 2024 03:19 WIB / 0 CommentMbah Sadiman saat di Bukit Gendol, Desa Geneng, Kecamatan Bulukerto, Wonogiri. Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng
Mbah Sadiman, seorang lelaki tua mempunyai dedikasi tinggi terhadap lingkungan hidup di wilayah Kecamatan Bulukerto, Wonogiri. Ia seorang diri menanam pohon selama belasan tahun di hutan yang kini manfaatnya dirasakan masyarakat sekitar.
Pagi itu, Rabu (3/4/2024) sekitar pukul 07.15 WIB, Mbah Sadiman pulang ke rumahnya di Dusun Dali, Desa Geneng, Kecamatan Bulukerto. Pria berjenggot dan berkumis putih itu pulang dengan memanggul rumput untuk pakan hewan ternaknya. Giginya sudah banyak yang tanggal, namun tubuhnya masih tegap dan derap langkah kakinya masih cepat. Pria berusia 72 tahun tersenyum lebar saat bertemu dengan orang yang baru ia kenal. Saat berjalan di Bukit Gendol di dekat rumahnya, pria yang sudah keriput itu tak menandakan rasa lelah. Meski naik-turun bukit, Mbah Sadiman masih berjalan cepat dan tidak ngos-ngosan.
Di Bukit Gendol, Dusun Sobo, Desa Geneng itu Mbah Sadiman bercerita jika pada 1964 di kawasan itu terjadi kebakaran hutan yang sangat besar. Imbasnya, saat kemarau panjang di desa sekitar mengalami kekeringan atau kesusahan mendapatkan air bersih. Sebab sumber air mati. “Masyarakat kekurangan air dan gizi, karena tidak ada air. Banyak kematian di sini. Dung-dung (suara kentongan), siaran orang meninggal,”. Bahkan pada saat itu, di Dusun Sobo banyak janda karena seringnya orang meninggal. Mbah Sadiman juga sering mendengarkan anak menangis karena kelaparan. Warga tidak bisa memasak karena tidak ada air.
“Kekurangan makanan, seperti korona kematian itu. Satu belum selesai dirawat sudah ada yang meninggal lagi. Orang yang membuat lubang jenazah juga tidak diberi makan minum, kerja bakti,” ungkap dia.
Pada saat awal fenomena itu terjadi, Mbah Sadiman tengah duduk di bangku kelas 3 SD. Saat itu ia mempunyai pikiran untuk menanam pohon di hutan tersebut. Namun karena masih kecil, ia belum mampu mewujudkan keinginannya. Hingga pada 1991-1995, Mbah Sadiman bekerja sebagai penderes getah pinus. Namun pada saat itu hasil deres getah pinus seberat 3 kuintal tidak dibayar.
“Saat itu saya tergelitir (terperosot) karena daun pinus licin. Kemudian berpikir kalau saya tidak menanam pohon beringin, desa akan gersang terus,” ujar dia.
Pada 1996, Mbah Sadiman mulai menanam pohon beringin sendirian. Salah satu alasan memilih beringan karena pohon tersebut merupakan jenis pohon pengikat air di areal lahan hutan. Dari akar-akar pohon itu bisa mengeluarkan air. Pada saat itu di kawasan Geneng ada pohon beringin besar. Kemudian pohon itu dicangkok oleh Mbah Sadiman. Cangkokan itulah yang digunakan untuk menanam beringin di areal hutan. Salah satu lahan areal hutan yang ditanami banyak pohon adalah Bukit Gendol. Selain itu ada beberapa areal hutan yang juga ditanami Mbah Sadiman. Di antaranya kawasan Brono, Bengkah, Bawang, Etan Candi, Lor Candi, Ampyangan, Sengodalem, Luweng, Gintung-gintung, Mendut, Bedug, Waru, dan lain-lain.
Lahan yang ditanami Mbah Sadiman di lereng selatan Gunung Lawu itu tidak kurang dari 100 hektare. Lahan yang ditanami itu dipilih yang bisa dijangkau orang. Sebab, selain menanam, Mbah Sadiman juga merawat pohon itu hingga besar.
Mbah Sadiman saat di Bukit Gendol, Desa Geneng, Kecamatan Bulukerto, Wonogiri. Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng
Mbah Sadiman sangat mencintai dan merawat betul pohon yang ditanam. Jika tidak tumbuh, tanaman itu disulami atau diganti bibit baru. Untuk yang tumbuh, selalu dibersihkan dari rumput dan kotoran di sekeliling pohon. Pohon pun juga sesekali dipupuk. Hal itu dilakukan Mbah Sadiman setiap hari. Jarak lahan-lahan itu sekitar 2,5 kilometer. Kawasan itu hanya dijangkau dengan berjalan kaki. “Yang bisa saya jangkau saya tanami. Karena memang harus dirawat. Sampai saat ini ada pohon yang sampai 3 meter (kelilingnya),” jelasnya
Dampak dari jerih payah Mbah Sadiman itu semakin dirasakan oleh warga. Puncaknya pada 2013 warga mulai merasakan betul mudahnya memperoleh air bersih. Air di desa semakin bertambah besar. Kini air minum dari sumber bukit yang ditanami pohon oleh Mbah Sadiman bisa dimanfaatkan sekitar 1.100 Kepala Keluarga (KK). Selain itu air juga berfungsi untuk saluran air atau irigasi yang dimanfaatkan untuk pertanian.
Mbah Sadiman mengaku jika banyak sekali rintangan yang dihadapi saat menghijaukan hutan. Namun ia tak mau menjelaskan apa rintangan tersebut.
“Kalau saya jelaskan saya dimusuh. Orang hidup itu kebanyakan kalau dipikir hanya pribadi, merusak hutan, bukan untuk masyarakat. Rintangan harus dihadapi dengan sabar dan ikhlas,” katanya.
Saat proses menanam pohon pengikat air di hutan, Mbah Sadiman mengganti rugi lahan permanen di 11 tempat. Dua dari tempat itu diganti rugi dengan menjual dua kambing yang saat itu dipelihara. Semua lahan itu ditanami pohon beringin.
“Itu istri anak saya tidak tahu. Kalau tahu pasti dimarahi. Karena kan keluarga juga ada kebutuhan. Istri anak tahu saya menanam pohon itu ya setelah viral (2013) itu. Anak saya tahu malah dari TV,” kata dia.
Sejak dulu hingga sekarang, Mbah Sadiman berjualan bibit di rumahnya. Saat ini harga satu bibit pohon beringin Rp 15.000. Sebenarnya harga bibit itu Rp 30.000. Karena mendapatkan dana atau bantuan, harga diturunkan. Harga Rp 15.000 sebenarnya hanya cukup untuk perawatan bibit. Namun karena kecintaan Mbah Sadiman terhadap pohon, hal itu tak dipermasalahkan. Bahkan hingga kini ia terkadang masih membawa bibit itu ke hutan untuk ditanam.
“Dulu menanam sendiri. Sekarang kadang ada anak sekolah ikut menanam, ada orang ke sini ikut menanam. Semoga menjadi manfaat. Sedoyo saget ngraosaken,” kata Mbah Sadiman.
Raih Kalpataru 2016
Aksi Mbah Sadiman ini mendapat pujian dari Pemerintah Pusat. Aksi Mbah Sadiman ini berbuah penghargaan Kalpataru di tahun 2016. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengaku sudah mendengar sepak terjang Mbah Sadiman di Wonogiri. Malah Siti memerintahkan anak buahnya untuk mendatangi Mbah Sadiman.
“Aksi Mbah Diman sangat patut diapresiasi dan dihargai,” kata Siti.
Siti percaya dengan niat tulus yang dilakukan Mbah Sadiman belasan tahun sendirian menghijaukan Bukit Gendol. Bagi Siti, sosok Mbah Sadiman meyakini pentingnya arti sebuah tumbuhan untuk menjaga stabilitas alam dan lingkungan. (m2)
Artikel ini sudah dimuat di detik.com