Aksi Nyata Upaya Konservasi Tumbuhan Langka Indonesia
H-SAMIN / 31 Oktober 2024 10:42 WIB / 0 CommentIndonesia yang dikenal sebagai negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi di dunia setelah Brasil, disadari atau tidak, sebenarnya masih berada pada tingkat yang mengkhawatirkan dalam upaya pelestarian tumbuhan. Tidak hanya puluhan, bahkan ratusan jenis tumbuhan asli Indonesia, saat ini, berdasarkan the International Union for Conservation of Nature’s Red List of Threatened Species berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Upaya pelestarian harus dilakukan secara konkret, beragam program konservasi tumbuhan telah diluncurkan sejak beberapa dekade silam, namun hasilnya masih belum optimal. Selain upaya konservasi, penyebab merosotnya populasi jenis tumbuhan juga perlu dicarikan solusinya.
Mulai dari illegal logging yang mungkin masih terjadi, perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, dan tambang, bencana alam (banjir bandang, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus), hingga perubahan iklim, dan bahkan aktivitas pariwisata turus andil dalam menurunkan kualitas habitat dan menggerus populasi tumbuh-tumbuhan yang saat ini sudah berstatus langka dan mengkhawatirkan.
Semua tumbuhan langka, dulunya memiliki nilai ekonomi yang menjanjikan dan tentu saja berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari papan hingga pangan dan obat. Masyarakat memburu tumbuh-tumbuhan tersebut, dan tidak bisa dimungkiri bahwa itu semua adalah awal mula penyebab merosotnya populasi tumbuh-tumbuhan yang sekarang berstatus langka dan terancam.
Saat ini, praktik perburuan tumbuhan bernilai ekonomi di habitat alaminya mungkin saja masih terjadi meskipun dengan jumlah kasus yang sudah jauh berkurang dibanding tiga atau empat dekade sebelumnya. Penurunan jumlah kasus diakibatkan karena sudah minimnya populasi atau ketersediannya di alam, selain itu, aturan dan penegakan regulasi yang ketat oleh aparat yang berwenang turut andil dalam menekan jumlah kasus.
Salah dua dari ratusan jenis tumbuhan langka Indonesia adalah Saninten (Castanopsis argentea) dan Tungurut (Castanopsis tungurrut). Saninten dan Tungurut adalah segelintir dari banyaknya tumbuhan langka Indonesia yang perlu uluran tangan manusia untuk menjaga keberlanjutannya di alam.
Jika tidak, maka selang satu atau dua generasi mendatang, kemungkinan besar jenis-jenis tumbuhan tersebut akan punah di alam dan sudah tidak dapat ditemukan lagi oleh generasi yang akan datang. Buah dari kedua jenis tersebut cukup unik, karena memiliki bentuk seperti buah rambutan namun bulu (rambutnya) cukup tajam (berduri) tidak seperti bulu buah rambutan, bahkan buah Saninten pernah diabadikan sebagai perangko di tahun 2019.
Ini merupakan sebuah kampanye nasional bahwa Saninten butuh bantuan untuk dilestarikan, meskipun sudah mendapat payung regulasi perlindungan dari Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018 bahwa Saninten merupakan jenis tumbuhan yang dilindungi negara.
Saninten dan Tungurut merupakan saudara kembar yang berasal dari marga yang sama, Castanopsis, yang kebetulan saat ini keduanya sudah bertatus endangered (terancam punah) menurut rilis yang dikeluarkan IUCN red list.
Bagi sebagian besar masyarakat yang mengenal Saninten, biji Saninten umumnya direbus dan dikonsumsi untuk bahan camilan, karena memiliki rasa manis, gurih dan empuk, sehingga banyak disukai masyarakat, sedangkan biji Tungurut tidak sepopuler biji Saninten untuk dikonsumsi.
Dari penampakan bentuk biji, keduanya hampir mirip dengan biji Chestnut atau Kacang Kastanya yang memang sudah populer sebagai komoditas perdagangan, bahkan dalam bahasa Inggris, Saninten juga disebut sweet chestnut, meskipun memiliki marga yang berbeda, Castanea dan Castanopsis, namun masih berada dalam famili yang sama yakni, Fagaceae.
Biji merupakan salah satu bagian organ tumbuhan yang sangat penting untuk berkembang biak. Bagi sebagian besar tumbuhan berkayu dan berperawakan pohon, seperti Saninten dan Tungurut, maka perbanyakan dengan steak cabang atau batang dimungkinkan akan sulit berhasil.
Kami sudah mencoba hampir delapan kali trials and errors, dan pada akhirnya stek cabang yang sudah mampu menumbuhkan helaian daun tidak mampu bertahan setelah beberapa minggu, biasanya mengalami pembusukan pada bagian pangkal stek yang tertanam di polibag, dan kemudian mati.
Ada beragam penyebab kenapa perbanyakan dengan stek cabang atau batang tidak optimal. Pengalaman di lapangan menduga bahwa jika dilakukan pemotongan stek cabang atau batang pada pohon Saninten dan Tungurut, maka pohon tersebut akan mengeluarkan fenol dan asam fenolat, jika berlebihan maka dapat mematikan calon stek yang akan diperbanyak, meskipun kami masih membutuhkan penelitian mendalam untuk mengungkap beragam faktor penyebab kegagalannya.
Pengumpulan biji Saninten dan Tungurut juga terkadang mengalami kendala, karena kita tidak bisa memastikan untuk mendapatkan biji Saninten dan Tungurut setiap tahunnya. Kami menunggu hampir tiga tahun untuk mendapatkan biji Saninten dan Tungurut dalam jumlah yang melimpah.
Kami menduga faktor perubahan iklim yang mengakibatkan jumlah hari hujan dan intensitas hujan yang berlebih mengakibatkan kedua jenis tumbuhan tersebut tidak mampu menghasilkan buah dan biji secara optimal.
Kami meyakini bahwa saat ini biji masih merupakan material perbanyakan terbaik untuk Saninten dan Tungurut, sehingga saat musim buah tiba maka pengumpulan biji dapat dilakukan secara maksimal namun tetap menggunakan pendekatan yang logis, yakni memanen buah Saninten dan Tungurut yang sudah pecah (terlihat bijinya) yang sudah jatuh di lantai hutan, bukan memanen buah Saninten dan Tungurut yang masih menempel di pohon.
Pengumpulan biji Saninten dan Tungurut di lantai hutan perlu cepat dilakukan karena biji Saninten, khususnya, juga diburu oleh masyarakat, dan disukai oleh Babi Hutan dan Owa Jawa. Setelah terkumpul, maka biji dapat disimpan dengan menaruhnya di freezer kulkas dan di duga masih dapat bertahan hingga enam bulan sebelum dikecambahkan untuk upaya perbanyakan.
Perbanyakan Saninten dan Tungurut dengan biji dapat dilakukan dengan cara yang relatif sederhana. Media yang digunakan berupa tanah – pupuk kandang – sekam dengan perbandingan 2 – 1 – 1.
Biji yang kenampakannya masih bagus, di cuci dengan air dan di simpan di dalam handuk yang sudah dibasahi air selama 2 – 5 hari hingga berkecambah, kemudian pindahkan biji yang sudah berkecambah tersebut ke media tanam yang telah disiapkan.
Pemeliharaan dilakukan dengan cara mengatur kondisi lingkungan sekitar agar kelembaban dan intensitas cahaya terjaga baik. Dengan cara yang sederhana ini sudah mampu menghasilkan persentase tumbuh (dari biji menjadi bibit siap tanam) di atas 50%.
Dari beberapa hal teknis yang sudah dijelaskan di atas, maka upaya nyata konservasi tumbuhan langka dan terancam kepunahan harus dilakukan mulai dari sekarang, diawali dengan memetakan habitat tumbuhan langka, lalu mengoleksi dan mempreservasi bijinya.
Kemudian menemukan teknik propagasi yang murah, cepat, dan optimal, dengan kata lain persen keberhasilannya tinggi, dan diakhiri dengan strategi yang optimal untuk pemulihan ekosistem, termasuk di dalamnya adalah tumbuhan langka tersebut. Optimal dalam hal ini adalah menjamin persen tumbuh penanaman bibit di habitat alam tetap tinggi.
Salah satu upaya nyata yang telah dilakukan tim gabungan antara Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak KLHK, Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, IPB University, Yayasan Botanika, Perhimpunan Masyarakat Etnobiologi Indonesia (PMEI), TP Sungkai, Botanic Gardens Conservation International (BGCI), Franklinia Fondation, dan berbagai kelompok tani hutan yang terlibat telah sampai pada tahap keberhasilan perbanyakan.
Meskipun tahap penanaman belum dilakukan, namun minimal setengah dari total tahapan sudah ditunaikan. Selain itu, penguatan kompetensi dan berbagi pengalaman dan informasi pengenalan jenis dan teknik perbanyakan juga sudah dilakukan di antara para pihak, termasuk pelibatan Kelompok Wanita Tani. Hal ini menjadi ikhtiar bersama para pihak untuk tetap menjaga keberlanjutan tumbuhan langka Indonesia, dalam hal ini Saninten dan Tungurut.